BERITA
Bahaya Pola “Temuan – Kembalikan – Stop” Stop Impunitas Pidana


Purwakarta | MantikNews.com – Ketua Komunitas Madani, Zaenal Abidin menyoroti hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terkait belanja perjalanan dinas di Sekretariat DPRD Purwakarta senilai lebih dari Rp468 juta yang tidak didukung bukti pertanggungjawaban (SPJ). Lebih mencengangkan lagi, terdapat pencairan ganda sebesar Rp49,7 juta yang hanya sekali disertai bukti pertanggungjawaban.
Namun, alih-alih ditindaklanjuti secara hukum, pola yang kembali muncul adalah sekadar “temuan – kembalikan – stop”. Dana yang dianggap bermasalah cukup dikembalikan, lalu kasus dianggap selesai. Menurut Zaenal, praktik seperti ini sangat berbahaya karena menormalisasi penyimpangan anggaran dan berpotensi menjadi modus sistemik dalam tata kelola pemerintahan.
Zaenal menegaskan, pengembalian uang ke kas negara atau daerah hanya bersifat administratif, bukan berarti bebas dari jerat hukum. Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) secara tegas menyebutkan, setiap orang yang menyalahgunakan kewenangan atau menggunakan uang negara tanpa dasar hukum dapat dipidana, meski uang tersebut kemudian dikembalikan.
Zaenal merinci sejumlah bahaya dari praktik “temuan – kembalikan – stop”:
- Tanpa efek jera – pelanggaran berpotensi terus berulang jika pelaku tahu cukup mengembalikan uang untuk lolos dari jerat hukum.
- Mengaburkan tanggung jawab – siapa yang memberi perintah dan mengendalikan penggunaan dana tanpa SPJ tidak pernah diungkap.
- Menciptakan impunitas struktural – pola ini berpotensi melahirkan budaya “korupsi berjamaah” di pemerintahan daerah.
- Merusak kepercayaan publik – masyarakat makin kehilangan keyakinan pada akuntabilitas DPRD dan aparatur pemerintah.
Zaenal menyerukan agar aparat penegak hukum – Kejaksaan, Kepolisian, hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) – tidak berhenti pada pengembalian uang. Temuan BPK harus diperlakukan sebagai bukti awal dugaan tindak pidana korupsi. “Audit forensik, penyelidikan, hingga penetapan tersangka harus menjadi langkah lanjut, bukan sekadar catatan administrasi,” tegasnya.
Selain itu, Zaenal juga mengingatkan pentingnya peran publik. “Masyarakat berhak tahu, uang rakyat dipakai untuk siapa? SPJ bukan formalitas, melainkan bentuk pertanggungjawaban pejabat kepada publik,” ujarnya.
Ia mengajak elemen sipil, akademisi, dan media untuk bersama-sama mengawal agar kasus ini tidak berhenti pada pengembalian uang semata.
“Kembalikan bukan berarti selesai. Stop pola ‘temuan – kembalikan – stop’. Saatnya hukum ditegakkan tanpa pandang bulu,” pungkas Zaenal. (Deski)
