BERITA
Kasus Ijazah Palsu Jokowi Memanas, Polisi Tetapkan 8 Tersangka
Jakarta | MantikNews.com – Kasus dugaan penyebaran informasi palsu terkait ijazah Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), terus bergulir dengan perkembangan signifikan. Laporan resmi yang diajukan langsung oleh Presiden ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Metro Jaya pada 30 April 2025 kini telah memasuki tahap penyidikan, setelah melalui proses penyelidikan intensif dan pengumpulan bukti secara komprehensif.
Dari hasil penyidikan, Delapan orang resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara tersebut. Mereka diduga terlibat aktif dalam penyebaran dan penguatan narasi yang menyebutkan bahwa ijazah Presiden Jokowi palsu, baik melalui media sosial maupun pernyataan terbuka di ruang publik.
Para tersangka tersebut terdiri atas:
Klaster Pertama:
- Eggi Sudjana
- Kurnia Tri Rohyani
- Damai Hari Lubis
- Rustam Effendi
- Muhammad Rizal Fadillah
Klaster Kedua:
- Roy Suryo
- Rismon Hasiholan Sianipar
- Tifauzia Tyassuma alias dr. Tifa
Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Asep Edi Suheri mengungkapkan bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah proses panjang penyelidikan dengan melibatkan berbagai pihak dan ahli di bidangnya.
“Penyidik telah memeriksa 130 saksi dan 20 ahli, mencakup bidang hukum pidana, teknologi informasi, sosiologi hukum, komunikasi sosial, dan bahasa. Semua langkah dilakukan secara profesional dan transparan sesuai prosedur hukum yang berlaku,” ujar Asep Edi dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Semanggi, Jakarta Selatan, Jumat (7/11/2025).
Irjen Asep menegaskan bahwa gelar perkara penetapan tersangka dilakukan secara komprehensif dan ilmiah, dengan menghadirkan unsur Itwasda, Wasidik, Propam, serta Bidkum. Langkah tersebut dilakukan untuk menjamin objektivitas hasil penyidikan dan memperkuat dasar hukum yang digunakan.
“Proses gelar perkara kami lakukan secara terbuka di hadapan pihak internal maupun eksternal, untuk memastikan hasil penyidikan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan yuridis,” jelasnya.
Lebih lanjut, para tersangka dijerat dengan Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45A ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta Pasal 310 dan 311 KUHP tentang pencemaran nama baik. Ancaman pidana bagi pelaku dapat mencapai enam tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp1 miliar.
Kapolda menambahkan, pembagian dua klaster dilakukan untuk memperjelas konstruksi hukum dan pola penyebaran informasi yang dilakukan masing-masing tersangka.
“Pembagian klaster ini memudahkan penyidik menelusuri pola komunikasi serta peran individu dalam penyebaran narasi palsu terkait ijazah Presiden,” ungkapnya.
Polda Metro Jaya memastikan seluruh proses hukum dijalankan secara transparan dan berkeadilan. Selain itu, masyarakat diimbau agar tidak mudah percaya atau ikut menyebarkan informasi yang belum terverifikasi kebenarannya.
“Kami mengingatkan masyarakat agar menggunakan media sosial dengan bijak. Jangan sampai ikut menyebarkan isu yang tidak benar karena konsekuensi hukumnya sangat serius,” tegas Asep.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena melibatkan sejumlah tokoh nasional dan menyangkut reputasi Kepala Negara. Aparat penegak hukum diharapkan mampu menuntaskan perkara ini secara profesional dan transparan guna menjaga kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum dan melawan penyebaran hoaks di ruang digital. (Mtk/Dik)