BERITA
MPSI Desak Kejagung Periksa Eks Bupati Tangerang dan Eks Sekda soal HGB Pagar Laut PIK 2

Jakarta | mantiknews.com – Direktur Merah Putih Stratejik Institut (MPSI), Noor Azhari, mendesak Kejaksaan Agung Republik Indonesia untuk memeriksa mantan Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar dan mantan Sekretaris Daerah Kabupaten Tangerang, Moch. Maesyal Rasyid, atas dugaan keterlibatan dalam penerbitan Hak Guna Bangunan (HGB) di atas kawasan pagar laut yang kini menjadi bagian dari proyek reklamasi PIK 2.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!“Penerbitan HGB di wilayah yang sebelumnya merupakan kawasan tambak dan pemukiman nelayan pesisir, serta pengesahan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (Perda RTRW) yang memuluskan alih fungsi lahan, merupakan kejahatan tata ruang dan pelanggaran prinsip keadilan sosial yang terang-terangan”, katanya dalam keterangan tertulis kepada wartawan (17/6).
Menurutnya, selama ini nama Zaki Iskandar dan Maesyal Rasyid seolah kebal hukum, padahal proses terbitnya izin-izin reklamasi dan perubahan peruntukan lahan dalam Perda RTRW Kabupaten Tangerang jelas terjadi saat mereka menjabat. Ini aneh bin ajaib.
“Kejaksaan Agung harus hadir dan bertindak tegas usut keterlibatan para pejabat Tangerang ini,” ujarnya.
Ia menilai, praktik semacam ini mencerminkan malaadministrasi tata ruang dan patologi kekuasaan lokal yang menjadikan instrumen hukum daerah sebagai alat legitimasi kepentingan korporasi besar.
“Jangan sampai hukum tumpul ke atas, tajam ke bawah. Rakyat pesisir korban, ruang hidup mereka digusur atas nama pembangunan, sementara pengusaha dan pejabat yang bermain tanah justru tak tersentuh,” tegasnya.
MPSI menegaskan bahwa penyusunan Perda RTRW seharusnya tunduk pada prinsip-prinsip partisipasi publik, keterbukaan, serta kajian lingkungan dan sosial yang komprehensif, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
“Namun dalam kasus ini, lanjut Azhari, terkesan kuat bahwa Perda RTRW Kabupaten Tangerang hanyalah kedok legal-formal untuk mengesahkan ekspansi proyek PIK 2 milik swasta, yang sejak awal didesain menjebol ruang hidup warga pesisir demi keuntungan ekonomi segelintir elite.
“Jika mengacu pada Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 dan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 45/PUU-IX/2011 tentang hak atas lingkungan hidup dan ruang yang layak, maka yang dilakukan dalam kasus ini adalah bentuk perampasan ruang secara sistematis. Ini kejahatan sosial-politik,” paparnya.
MPSI mendesak Kejaksaan Agung tidak hanya membuka penyelidikan baru, tetapi juga melakukan audit forensik terhadap seluruh dokumen izin yang dikeluarkan selama masa kepemimpinan Zaki Iskandar dan Sekda Maesyal Rasyid.
“Ada indikasi kuat penyalahgunaan wewenang dan kolusi dengan pengembang dalam alih fungsi kawasan. Jangan sampai praktik buruk ini terus berlangsung dan menjadi preseden buruk tata kelola ruang di Indonesia”, pungkasnya.