BERITA
Selamat Ginting Tekankan Etika Digital Hadapi Adu Domba


Jakarta | MantikNews.com – Pengamat militer sekaligus akademisi komunikasi, Selamat Ginting, mengingatkan pemerintah dan masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi adu domba yang marak terjadi di ruang digital. Menurutnya, media sosial yang tidak dijaga dengan etika komunikasi dapat menjadi ladang subur bagi disinformasi yang melemahkan persatuan dan kedaulatan bangsa.
“Tanpa etika, ruang digital mudah sekali berubah menjadi tempat adu domba. Menjaga komunikasi publik sama pentingnya dengan menjaga pertahanan negara,” ujar Ginting dalam sebuah diskusi publik bertajuk “Bahaya Disinformasi Influencer Bagi Persatuan Bangsa” yang digelar di Jakarta, Kamis (18/9).
Ginting menilai, periode satu tahun pemerintahan baru pada September–Oktober 2025 menjadi fase rawan yang berpotensi dimanfaatkan pihak tertentu untuk mengguncang stabilitas nasional. Ia mengingatkan pemerintah agar merespons cepat setiap usulan penguatan keamanan negara, baik di dunia nyata maupun dunia maya.
“Pemerintah harus segera merespons berbagai masukan terkait keamanan nasional agar tidak mengalami situasi serupa dengan yang pernah dialami Nepal,” tegasnya.
Lebih lanjut, Ginting mendorong pembentukan satuan tugas (satgas) khusus yang fokus menangani ancaman digital. Satgas ini, menurutnya, tidak hanya bertugas menangkal hoaks dan ujaran kebencian, tetapi juga berperan aktif menumbuhkan literasi digital di tengah masyarakat.
“Satgas ini harus menjadi garda terdepan, bukan hanya dalam meredam hoaks, tetapi juga dalam mendidik masyarakat agar mampu mengenali informasi palsu sebelum ikut menyebarkannya,” jelasnya.
Dengan pengalaman lebih dari tiga dekade sebagai jurnalis politik dan pertahanan, Ginting menilai dunia akademik serta media massa memiliki tanggung jawab besar dalam memperkuat komunikasi publik. Menurutnya, lemahnya komunikasi kerap menimbulkan salah paham di masyarakat yang pada akhirnya bisa merugikan stabilitas nasional.
“Komunikasi yang lemah sering menimbulkan kesalahpahaman. Di sinilah akademisi dan media harus hadir untuk menjernihkan informasi agar tidak menimbulkan kegaduhan,” tambahnya.
Ginting juga menyinggung sebuah kasus yang sempat viral di media sosial terkait seorang perwira menengah TNI. Kasus itu, katanya, menjadi contoh nyata bagaimana informasi yang belum diverifikasi dapat cepat menyebar, memicu spekulasi, dan menimbulkan kegaduhan publik.
“Berita yang belum divalidasi bukanlah produk jurnalistik. Hal ini seharusnya menjadi pelajaran kolektif agar publik lebih kritis dalam menerima dan menyebarkan informasi,” pungkas Ginting. (/dix)
