BERITA
PBNU Bantah Terima Aliran Dana dalam Kasus Dugaan Korupsi Kuota Haji


Jakarta | MantikNews.com – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) membantah keras tudingan adanya aliran dana hasil dugaan korupsi kuota haji periode 2023–2024 ke organisasi tersebut. Bantahan ini muncul setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan sedang menelusuri jejak aliran dana, termasuk ke ormas keagamaan.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Ketua Tanfidziyah PBNU, Ahmad Fahrur Rozi atau Gus Fahrur, menegaskan bahwa secara organisasi tidak ada dana terkait kasus haji yang masuk ke PBNU. Ia mendesak KPK untuk segera mengumumkan nama-nama tersangka agar tidak menimbulkan fitnah yang menyeret institusi besar.
“Secara organisasi sudah saya cek, tidak ada kaitan dana tersebut ke bendahara PBNU. Kami meminta KPK menyebutkan saja nama-nama yang terlibat agar jelas dan tidak menimbulkan spekulasi publik,” tegas Gus Fahrur, dikutip Senin (15/9/2025).
Menurutnya, pernyataan KPK yang tidak segera diikuti langkah hukum konkret berpotensi merugikan banyak pihak. Selain mencoreng reputasi individu maupun lembaga yang disebut, kondisi ini juga menimbulkan ketidakpastian hukum bagi masyarakat.
“Jika seseorang atau institusi sudah diseret ke ruang publik tetapi tidak segera dibawa ke pengadilan, maka hak atas kepastian hukum sebagaimana dijamin Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 dilanggar,” ujarnya.
Ia mengingatkan bahwa penyidikan yang terlalu lama justru bertentangan dengan asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan sebagaimana diatur dalam KUHAP. Karena itu, menurutnya, keadilan dalam penegakan hukum korupsi bukan hanya soal menghukum pelaku, tetapi juga menjamin hak pihak yang dituduh.
Senada, Wakil Sekretaris Jenderal PBNU, Imron Rosyadi Hamid, juga meminta KPK segera mengumumkan tersangka berdasarkan bukti yang sah. Langkah ini dinilai penting untuk menghindari kesan bahwa PBNU secara kelembagaan terlibat dalam skandal korupsi kuota haji.
“Untuk menghindari berkembangnya berita yang merugikan, KPK sebaiknya segera mengumumkan siapa saja tersangkanya,” tegas Imron.
KPK sendiri hingga kini belum mengumumkan tersangka resmi dalam kasus yang ditaksir merugikan negara hingga Rp1 triliun itu. Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan penyidik masih menelusuri aliran dana dengan metode follow the money.
“Penelusuran ke ormas keagamaan, termasuk PBNU, bukan dalam rangka mendiskreditkan. Kami hanya menjalankan kewajiban untuk melakukan asset recovery atau pemulihan kerugian keuangan negara,” jelas Asep.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menambahkan bahwa perkembangan signifikan penyidikan, termasuk penetapan tersangka, akan segera diumumkan kepada publik pada waktunya. “Jika sudah ada perkembangan, pasti kami sampaikan secara resmi,” katanya.
Kasus ini berawal dari dugaan penyimpangan pembagian 20.000 kuota haji tambahan. Kuota yang seharusnya 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus diubah menjadi 50:50 melalui Keputusan Menteri Agama.
Perubahan aturan itu diduga dimanfaatkan sejumlah agen travel untuk menjual kuota haji khusus dengan harga Rp300–400 juta per orang, jauh di atas biaya normal. Untuk mendapat jatah kuota, agen travel ditengarai harus menyetor “uang komitmen” kepada oknum di Kementerian Agama melalui asosiasi travel haji, dengan besaran antara 2.600 hingga 10.000 dolar AS per kuota.
Akibat praktik ini, sekitar 8.400 jemaah haji reguler gagal berangkat. KPK juga telah menyita sejumlah aset, termasuk uang 1,6 juta dolar AS (sekitar Rp26 miliar), rumah mewah, kendaraan, dan tanah.
Dalam pengusutan kasus ini, KPK telah memeriksa sejumlah pejabat, antara lain mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang dicegah bepergian ke luar negeri, Sekjen Kemenag Nizar Ali, Rektor UIN Semarang, hingga pendakwah Khalid Basalamah yang juga pemilik biro travel haji.
Penyidik juga telah memeriksa staf PBNU serta pejabat di Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag. KPK menyebut aliran dana korupsi ini berlangsung secara sistematis dan berjenjang hingga ke “pucuk pimpinan” kementerian.
