BERITA
Riza Chalid Resmi Buron Korupsi Minyak Rp285 Triliun


Jakarta | MantikNews.com — Pebisnis minyak mentah, Muhammad Riza Chalid (MRC), resmi ditetapkan sebagai buronan internasional setelah Kejaksaan Agung memasukkannya ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Interpol. Status ini dipastikan berlaku sejak 19 Agustus 2025, menyusul mangkirnya Riza Chalid dari panggilan penyidik meski telah dipanggil lebih dari tiga kali.
“Sudah (DPO) per 19 Agustus 2025,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Anang Supriatna, Senin (1/9/2025).
Bermula dari Penetapan Tersangka
Kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah periode 2018–2023 yang menjerat Riza Chalid bermula pada 10 Juli 2025, ketika Kejagung resmi menetapkannya sebagai tersangka. Penetapan itu tertuang dalam Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-49/F.2/Fd.2/07/2025 dan Surat Perintah Penyidikan Nomor PRIN-53/F.2/Fd.2/07/2025.
Namun, sejak status hukum ditetapkan, MRC tidak pernah memenuhi panggilan pemeriksaan. Kejaksaan sempat menyebut keberadaan Riza Chalid di Singapura, tetapi pemerintah Singapura membantah informasi tersebut.
“Catatan imigrasi kami menunjukkan bahwa Muhammad Riza Chalid tidak berada di Singapura dan sudah lama tidak memasuki wilayah Singapura,” jelas Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Singapura melalui situs resminya pada 16 Juli 2025.
Singapura juga menegaskan kesediaannya bekerja sama. “Jika diminta secara resmi, Singapura akan memberikan bantuan yang diperlukan kepada Indonesia, sesuai dengan hukum dan kewajiban internasional kami,” tambah pernyataan tersebut.
Modus Dugaan Korupsi
Muhammad Riza Chalid diketahui sebagai pemilik PT Orbit Terminal Merak (OTM). Ia diduga melakukan intervensi dalam kebijakan tata kelola minyak dengan cara menyepakati kerja sama penyewaan Terminal BBM Tangki Merak bersama beberapa pihak lain, yakni tersangka HB, AN, dan GRJ.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, menjelaskan bahwa kerja sama tersebut dipaksakan meski saat itu PT Pertamina belum membutuhkan tambahan kapasitas penyimpanan bahan bakar minyak.
“Kerja sama penyewaan terminal BBM Merak dimasukkan ke dalam rencana, padahal pada saat itu PT Pertamina tidak membutuhkan tambahan penyimpanan stok BBM,” ungkap Qohar dalam konferensi pers di Kejagung, Kamis (10/7/2025).
Lebih jauh, Riza Chalid diduga menghapus klausul penting dalam kontrak kerja sama dengan Pertamina yang seharusnya menjamin alih kepemilikan aset Terminal BBM Merak kepada PT Pertamina Patra Niaga setelah kontrak 10 tahun berakhir. Klausul tersebut hilang dari dokumen perjanjian, sehingga merugikan negara.
“Padahal, hasil kajian akademik sudah jelas, jika kontrak 10 tahun itu berjalan, maka aset Terminal BBM Merak akan menjadi milik Pertamina Patra Niaga. Namun klausul itu justru dihilangkan,” terang Qohar.
Selain itu, harga kontrak kerja sama ditetapkan sangat tinggi dan tidak sesuai kebutuhan, sehingga memperbesar kerugian negara.
Kerugian Negara Fantastis
Berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp 2,9 triliun khusus untuk proyek PT OTM. Sementara total kerugian keuangan dan perekonomian negara akibat seluruh rangkaian perkara dugaan korupsi tata kelola minyak 2018–2023 diperkirakan mencapai Rp 285,01 triliun.
Kejaksaan Agung menegaskan, pihaknya akan terus berupaya menemukan keberadaan Riza Chalid dan membawa yang bersangkutan ke Indonesia untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.***
