Scroll untuk baca artikel
Example 300x300
BERITADuniaEKONOMIFinansialNasionalNusantaraPemerintahanTeknologi

QRIS: Antara Kedaulatan Digital dan Ancaman Perang Dagang Ekonomi Global

20
×

QRIS: Antara Kedaulatan Digital dan Ancaman Perang Dagang Ekonomi Global

Sebarkan artikel ini

Mantiknews.com – Sejak kemunculannya pada 17 Agustus 2019, QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) telah merevolusi sistem pembayaran digital di Indonesia. Sebagai standar pembayaran terintegrasi dan inklusif, QRIS menawarkan kemudahan bertransaksi tanpa tunai atau kartu, mendorong lonjakan pesat dalam adopsi pembayaran digital di tanah air. Namun, di tengah dominasi teknologi keuangan global, QRIS kini menjadi sorotan, bahkan dari negara-negara besar seperti Amerika Serikat.

Kekhawatiran utama yang mencuat adalah potensi QRIS untuk memperkuat kedaulatan ekonomi digital Indonesia, sekaligus menjadi “pagar” yang membatasi masuknya platform asing secara bebas. Isu ini memicu perdebatan sengit: apakah QRIS adalah bentuk “hambatan perdagangan” yang merugikan, ataukah langkah strategis untuk membangun kemandirian sistem keuangan di tengah keterbukaan ekonomi global?

Example 300x300

Sebagai salah satu pasar digital terbesar di Asia Tenggara, Indonesia menjadi magnet bagi berbagai sektor yang mulai mengadopsi teknologi finansial, termasuk pembayaran digital. QRIS, sebagai sistem pembayaran yang terintegrasi dan terstandarisasi, dianggap sebagai fondasi penting untuk memperkuat infrastruktur ekonomi digital lokal. Namun, di mata korporasi global yang mengincar pasar Indonesia, QRIS dipandang sebagai potensi penghalang bagi akses mereka. Kekhawatiran ini muncul karena QRIS berpotensi membatasi ruang gerak penyedia layanan pembayaran internasional.

Selain isu hambatan perdagangan, muncul pula kekhawatiran terkait akses data pelanggan dan kompatibilitas. Meskipun bertujuan meningkatkan efisiensi transaksi, QRIS juga menimbulkan pertanyaan seputar pengumpulan dan pengelolaan data transaksi. Kontrol atas data pelanggan ini menjadi sorotan utama, terutama bagi negara-negara dengan ekonomi digital maju. Banyak pihak khawatir jika QRIS akan menghalangi akses mereka terhadap data transaksi yang krusial untuk analisis pasar dan pengembangan produk. Lebih lanjut, interoperabilitas QRIS dengan sistem pembayaran internasional juga menjadi isu, karena potensi untuk membatasi integrasi dengan platform pembayaran global, yang dapat mengganggu kelancaran transaksi lintas negara.

Situasi ini menyoroti kompleksitas membangun sistem ekonomi digital yang kuat dan berdaulat di era globalisasi. QRIS, di satu sisi, adalah simbol kemajuan dan kemandirian ekonomi Indonesia. Di sisi lain, kehadirannya memicu perdebatan global tentang batas antara kedaulatan digital dan keterbukaan ekonomi, membuka potensi konflik yang berujung pada “perang dagang” di ranah teknologi finansial. Dilansir dari Kompasiana

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *