Menimbang Rancangan Perpres Jurnalisme Berkualitas

  • Diposting pada 22 Agustus 2023
  • Berita
  • Oleh Devi Arum Anastya
    Ilustrasi: Shutterstock

mantiknews.com,  Jakarta - Dalam beberapa waktu belakangan, sorotan publik telah tertuju pada wacana mengenai rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tanggung Jawab Platform Digital untuk Jurnalisme Berkualitas. Wacana ini telah memancing perdebatan yang intens dari berbagai pihak, mulai dari organisasi profesi wartawan, platform digital, hingga Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Di balik tujuan mulia untuk mengamankan kualitas jurnalisme, regulasi ini membawa sejumlah masalah yang layak dipertimbangkan secara kritis.

Rancangan Perpres yang telah diserahkan Kominfo ke Sekretariat Kabinet tersebut membahas tiga isu utama meliputi; pertama, kerja sama B to B (Business to Business); kedua, terkait data; ketiga, terkait algoritma platform digital. Menurut Wakil Menkominfo Nezar Patria, Perpres ini dilatarbelakangi oleh upaya pemerintah membangun keberlanjutan industri media di era disrupsi digital. Khusus berkaitan dengan algoritma, menurutnya itu sebagai upaya mencegah konten yang potensial mengandung hoaks, misinformasi, disinformasi, atau yang tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers serta kode etik jurnalistik.


Salah satu titik fokus dalam regulasi ini adalah kewajiban platform digital global, seperti Google dan Meta, untuk memberikan kontribusi ekonomi kepada media lokal dan nasional atas konten berita yang mereka distribusikan. Meskipun niatnya untuk memastikan pemberitaan yang berkualitas, regulasi semacam ini dapat menimbulkan beberapa implikasi yang kompleks.

Mengancam Ekosistem Media Digital

Negara lain yang telah menerapkan aturan serupa adalah Australia, yang telah menerapkan The News Media Bargaining Code Regulation. Sepanjang regulasi tersebut dijalankan, banyak pihak menganggap justru berdampak pada penyeleksian berita secara eksklusif, membatasi akses informasi bagi masyarakat yang kemudian berdampak pada rusaknya ekosistem kreator konten di Australia. Tentu saja, dampak ini juga besar kemungkinan akan terjadi Indonesia jika Perpres tadi diterapkan.


Apabila Perpres ini tetap ditegaskan dengan klausul yang telah disusun, dampak paling negatif yang bisa terjadi adalah kemungkinan Google akan menghentikan penyediaan platform untuk berita di Indonesia. Konsekuensinya, tidak hanya masyarakat yang akan merugi, namun juga akan berpengaruh pada penurunan pendapatan dalam sektor media digital dan berpotensi menyebabkan kehilangan pekerjaan bagi para profesional media.

Terkait dengan aturan algoritma, tuntutan agar platform digital mengatur algoritma mereka sesuai dengan kode etik jurnalistik dan keberagaman merupakan langkah yang kontroversial. Meskipun niatnya untuk melawan penyebaran hoaks dan informasi palsu, tantangan dalam menerapkan aturan semacam ini muncul dalam pengawasan dan seleksi konten yang efektif. Adopsi algoritma yang cenderung subyektif berpotensi membawa dampak pada kemerdekaan media dan pluralisme informasi.

Potensi Tumpang Tindih Wewenang

Sorotan lain yang menjadi perhatian adalah gagasan mengalihkan tugas pengawasan terhadap konten berita ke platform melalui algoritma. Meski demikian, sejatinya, kewenangan untuk mengawasi produk jurnalistik tetap berada di bawah naungan Dewan Pers, sejalan dengan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Pers tahun 1999.

Perlu juga diperhatikan bahwa mengalihkan wewenang pengawasan konten berita kepada platform melalui algoritma bisa mengganggu keseimbangan kekuasaan dan kebebasan pers. Dewan Pers seharusnya tetap memegang peran pengawasan produk jurnalistik, karena memiliki pengetahuan mendalam tentang etika dan praktik jurnalistik. Kemungkinan adanya konflik kepentingan dalam Komite Independen yang diusulkan menimbulkan pertanyaan tentang objektivitas pengawasan yang dapat diterapkan.

Sejalan dengan hal tersebut, dalam perencanaannya juga akan dibentuk sebuah Komite Independen yang berisikan 11 orang yang terdiri dari Dewan Pers, pakar yang tidak terafiliasi industri media dan platform media sosial, dan unsur kementerian dengan waktu kerja tiga tahun.

Hal yang perlu menjadi perhatian adalah peran komite ini tetap harus berada dalam koridor wewenang Dewan Pers, mengingat perannya lebih sebagai lembaga pelaksana perundingan daripada memiliki wewenang yang melebihi Dewan Pers. Setiap individu yang terlibat dalam Komite Independen harus bersifat independen dari kepentingan pemerintah, perusahaan media, dan platform.

Adu Digdaya

Tampaknya pemerintah kita dalam menyusun regulasi ini juga melakukannya dengan penuh kehati-hatian terlihat dari molornya waktu dan kealotan penyusunan aturan tersebut. Jika salah langkah, keberadaan Perpres itu bisa menjadi bumerang. Berkaca dari Australia, kehadiran regulasi ini akan menjadi titik adu kedigdayaan antara pemerintah dan platform media sosial seperti Google dan Meta.

Satu sisi, pemerintah Australia tidak ingin platform media berada di atas negara secara wewenang pengaturan media dan informasi digital. Di sisi lain, platform media juga berdalih menjunjung tinggi kebebasan di ruang digital. Tentu pemerintah Indonesia juga menghadapi tantangan besar dalam mengatur platform digital global yang memiliki kedigdayaan yang luar biasa di dunia.

Meskipun upaya untuk memastikan kontribusi ekonomi bagi media lokal patut diapresiasi, implementasi yang salah dapat menghambat inovasi dan kebebasan berpendapat di ruang digital. Dalam konteks ini, perhatian terhadap konsekuensi yang mungkin timbul perlu lebih mendalam.

Regulasi harus menjaga keseimbangan antara tanggung jawab platform digital dan kebebasan media. Oleh karena itu, penyusunan regulasi seperti Perpres Jurnalisme Berkualitas haruslah hati-hati, dengan mempertimbangkan implikasi yang mungkin timbul dan memastikan bahwa tujuan perlindungan dan promosi jurnalisme berkualitas tidak merugikan kemerdekaan berpendapat dan pluralisme informasi.

Muhammad Iqbal Khatami peneliti Komite Independen Sadar Pemilu dan Muda Bicara ID

(Muhammad Iqbal Khatami - detikNews)


Penulis
Tidak Ada Gambar
Devi Arum Anastya

Anda Mungkin Juga Menyukai